Powered By Blogger

Jumat, 30 Desember 2011

Konsep Belajar Menurut Islam


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kemampuan untuk belajar merupakan sebuah karunia Allah yang mampu membedakan manusia dangan makhluk yang lain. Allah menghadiahkan akal kepada manusia untuk mampu belajr dan menjadi pemimpin di dunia ini.
Pendapat yang mengatakan bahwa belajar sebagai aktifitas yang tidak dapat dari kehidupan manusia, ternyata bukan berasal dari hasil renungan manusia semata. Ajaran agama sebagai pedoman hidup manusia juga menganjurkan manusia untuk selalu malakukan kegiatan belajar. Dalam AlQur’an, kata al-ilm dan turunannya berulang sebanyak 780 kali. Seperti yang termaktub dalam wahyu yang pertama turun kepada baginda Rasulullah SAW yakni Al-‘Alaq ayat 1-5. Ayat ini menjadi bukti bahwa Al-Qur’an memandang bahwa aktivitas belajar merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Kegiatan belajar dapat berupa menyampaikan, menelaah,mencari, dan mengkaji, serta meniliti. Selain Al-Qur’an, Al Hadist juga banyak menerangkan tentang pentingnya menuntut ilmu. Misalnya hadist berikut ini;
Mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim; carilah ilmu walaupun di negeri cina; carilah ilmu sejak dalam buaian hingga ke liang lahat; para ulama itu pewaris Nabi; pada hari kiamat ditimbanglah tinta ulama dengan dara syuhada, maka tinta ulama dilebihkan dari ulama”

1.2 Rumusan Masalah
  1. Bagaimana konsep belajar menurut Islam?
  2. Bagaimana pandangan Al-Qur’an dan Hadits dalam Belajar?
  3. Apa arti penting belajar menurut Al-Qur’an?
  4. Bagaimana cara belajar menurut Islam?
  5. Apa saja sarana belajar menurut Islam?

1.3 Tujuan
  1. Mengetahui konsep belajar menurut Islam.
  2. Mengetahui pandangan Al-Qur’an dan Hadits dalam Belajar.
  3. Mengetahui arti penting belajar menurut Al-Qur’an.
  4. Mengetahui cara belajar menurut Islam.
  5. Mengetahui sarana belajar menurut Islam.

BAB II
PEMBAHASAN

Belajar dapat diartikan sebagai suatu perubahan tingkah laku yang relatif menetap yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman atau tingkah laku. Yang dimaksud dengan pengalaman adalah segala kejadian (peristiwa) yang secara sengaja maupun tidak sengaja dialami setipa orang. Sedangkan latihan merupakan kejadian yang dengan sengaja dilakukan setiap orang secara berulang-ulang.1
  1. Pandangan Al-Qur’an dan Hadits dalam Belajar
Belajar sebagai aktivitas yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, bukan hanya bersala dari hasil renungan manusia semata. Ajaran agama sebagai pedoman hidup manusia juga menganjurkan manusia untuk selalu melakukan kegiatan belajar dan belajar juga dapat memberikan kebaikan kepada manusia.
Aktivitas belajar sangat terkait dengan proses pencarian ilmu. Al-Qur’an dan Hadits mengajak kaum muslim untuk mencari dan mendapatkan ilmu dan kearifan, serta menempatkan orang-orang yang berpengetahuan pada derajat yang tinggi.
Dalam Al-Qur’an, kata al-‘ilm dan kata-kata turunnya digunakan lebih dari 780 kali. Ada beberapa ayat yang di wahyukan kepada Rasulullah dalam pentingnya membaca, menulis, dan ajaran untuk manusia.
Ayat yang pertama, yakni:
                        
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. (Al-Alaq 1-5)
Sejak turunnya wahyu yang pertama kepada Muhammad Saw. Islam telah menekankan perintah untuk belajar. Ayat pertama dapat menjadi bukti bahwa Al-Qur’an memandang belajar itu sangat penting agar manusia dapat memahami seluruh kejadian yang ada di sekitanya, sehingga dapat meningkatkan rasa syukur dan mengakui akan kebesaran Allah.
Menurut Quraisy Syihab (1997), iqra’ berasal dari akar kata yang berarti menghimpun yang artinya menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui cirri-ciri sesuatu dan membaca baik teks tertulis maupun tidak tertulis. Wahyu yang pertama juga tidak menjelaskan apa yang dibaca, karena Al-Qur’an menghendaki umatnya membaca apa saja, selama bacaan tersebut dengan nama Allah dan disandarkan kepada Allah (Bismi Rabbik), dalam arti bermanfaat dalam kemanusian.
Selain Al-Qur’an, Hadits Nabi Muhammad Saw juga memuji pentingnya ilmu dan orang-orang yang terdidik. Adapun contoh Hadits mengenai pentingnya belajar dan menuntut ilmu adalah:
Mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim”2

  1. Arti Penting Belajar Menurut Al-Qur’an
Agama Islam sangat menganjurkan kepada manusia untuk selalu belajar. Bahkan, adanya kewajiban dalam Islam bagi setiap orang yang beriman untuk selalu belajar. Segala sesuatu yang diperintahkan oleh Allah pasti terdapat hikmah di dalamnya. Ada beberapa hal yang berkaitan dengan belajar, antara lain:
  1. Bahwa orang yang belajar akan mendapatkan ilmu yang dapat digunakan untuk memecahkan segala masalah yang dihadapinya di kehidupan dunia. Dengan demikian orang yang tidak pernah belajar tidak akan memliki ilmu pengetahuan atau ilmu pengetahuan yang dimilikinya sangat terbatas. Dalam firman Allah:
                          

Apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”. (QS. Az-Zumar: 9)

  1. Manusia dapat mengetahui dan memahami apa yang dilakukannya karena Allah sangat membenci orang yang tidak memiliki pengetahuan akan apa yang dilakukannya karena setiap apa yang diperbuat akan dimintai pertanggungjawabannya. Firman Allah:
                 
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (QS. Al-Isra’: 36).

  1. Dengan ilmu yang dimilikinya melalui proses belajar mampu mengangkat derajatnya di mata Allah. Firman Allah:
                                
Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Mujadalah:11)3

  1. Cara Belajar Menurut Islam
Dalam Al-Qur’an, cara belajar untuk menghasilkan perubahan tingkah laku manusia dapat ditempuh dengan dua cara, yaitu:
  1. Ilmu (perubahan) yang diperoleh tanpa usaha manusia (ilmu ladunni). Seperti dalam QS. Al-Kahfi ayat 65, yaitu:
            
Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba kami, yang Telah kami berikan kepadanya rahmat dari sisi kami, dan yang Telah kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami”.

  1. Ilmu yang diperoleh karena usaha manusia (ilmu kasbi) seperi dalam firman Allah Qs. Al-Ra’d: 11:
                                      
Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia”.

Menurut Najati (2005), dalam Al-Qur’an cara belajar yang membutuhkan usaha manusia dapat melalui beberapa cara, antara lain:4
  1. Belajar melalui imitasi: tiruan-tiruan yang sejalan dengan islam,
Di awal perkembangannya, seorang bayi hanya mengikuti apa yang dilakukan ibunya dan orang-orang yang berada di dekatnya. Ketika dewasa, tingkat perkembangan manusia semakin kompleks meskipun meniru masih menjadi salah satu cara untuk belajar. Tetapi, sumber belajar itu tidak lagi berasal dari orang tua ataupun orang-orang yang berada di dekatnya melainkan orang-orang yang sudah mereka kenal misalnya, orang terkenal, penulis, ulama dan lain-lain. Maka teladan yang baik merupakan sesuatu yang sangat penting dalam membentuk perilaku manusia.
  1. Pengalaman Praktis dan trial and error: coba2 yg hal2 kebaikan. Krn seseorang tidk py ilmu tanpa usaha, eprti ijtihad. Benar dapat pahala 2. Imitasi yg diajarkan oleh rasulullah.
Dalam hidup, manusia terkadang menghadapi situasi yang menuntutnya untuk cepat tanggap terhadap permasalahan yang ada tanpa ada pembelajaran sebelumnya. Sehingga, manusia terkadang mencoba-coba segala cara untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Hal ini menunjukkan bagaimana Al-Qur’an mendorong manusia untuk belajar melalui pengamatan (observasi) terhadap berbagai objek, pengalaman praktis dalam kehidupan, dan interaksi serta peristiwa-peristiwa yang terjadi da alam sekitarnya. Semua ini dapat dilakukan dengan cara mengamati melalui pengalaman praktis dan coba-coba (trial and error) serta berfikir.
  1. Berfikir: falsafah yang berdasarkan kitab dan akal kita tidak melampaui batas, harus berdasarkan ketentuan-ketentuan allah nas-nas alqur’an. Ex; manteq, sebatas yg digariskna oleh islam
Berfikir merupakan salah satu pilihan manusia untuk mencoba memperoleh informasi. Dengan berfikir, manusia dapat belajar dengan melakukan trial and error secara intelektual (Ustman Najati, 2005). Dalam proses berfikir, manusia sering menghadirkan beberapa macam solusi atas permasalah yang didapatkannya sebelum akhirnya mereka menjatuhkan pilihan pada satu solusi. Oleh karena itu, para psikolog mengatakan bahwa berfikir merupakan proses belajar yang paling tinggi.
Dalam Al-Qur’an, banyak sekali ayat yang memerintahkan manusia untuk selalu menggunakan akal dan memahami serta merenungi segala ciptaan dan kebesaran Allah di alam ini. Salah satu contohnya adalah:
                     
Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan. Dan langit, bagaimana ia ditinggikan. Dan gunung-gunung ditegakkan. Dan bumi bagaimana ia dihamparkan”. (Q.S.Al-Ghasyiah: 17-20)
Selanjutnya, salah satu metode yang dapat memperjelas dan memahami sebuah pemikiran seseorang adalah dengan menggunakan diskusi, dialog, konsultasi dan berkomunikasi dengan orang lain (Utsman Najati, 2005). Hal senada juga pernah diungkapkan oleh salah satu Vygotsky, yang menyatakan bahwa perkembangan kognitif seseorang akan berkembang apabila dia berinteraksi dengan orang lain, dengan demikian, belajar manusia dapat berkembang ketika kognitif mereka berkembang.
Ustman Najati menyatakan bahwa aktivitas berfikir manusia saat belajar tidak selalu menghasilkan pemikiran yang benar. Adakalanya kesalahan mewawrnai proses penetuan solusi atas masalah yang dihadapi. Dan dalam kondisi seperti ini, manusia sering mengalami hambatan dan berfikir statis dalam berpikir, dan tidak mau menerima pendapat-pendapat dan pikiran-pikiran baru.

  1. Sarana Belajar Menurut Islam
                

Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”. (QS Al-Nahl: 78)
Dalam ayat di atas, dikatakan bahwa dalam proses belajar atau mencari ilmu manusia telah diberi sarana fisik berupa indera eksternal yaitu mata dan telinga, serta sarana psikis berupa daya nalar atau intelektual.
1. Sarana Fisik
Terdapat dua panca indera manusia yang membantunya untuk melakukan kegiatan belajar yakni, mata dan telinga. Tidak bisa dipungkiri kedua panca indera ini menjadi sesuatu yang mutlak digunakan ketika belajar. Dua panca indera ini pula sering disebutkan dalam Al-Qur’an. Meskipun demikian, indra peraba, perasa, dan penciuman juga mampu memberikan kontribusi pada saat belajar. Dalam ayat QS. Al-An’am (7)
                
Dan kalau kami turunkan kepadamu tulisan di atas kertas, lalu mereka dapat menyentuhnya dengan tangan mereka sendiri, tentulah orang-orang kafir itu berkata: "Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata.”
2. Sarana Psikis
a. Akal
Akal merupakan bagian dari sarana psikis. Akal dapat diartikan sebagai daya pikir atau potensi intelegensi (Bastaman, 1997). Akal identik dengan daya pikir otak yang mengantarkannya pada pemikiran yang logis dan rasional.
Arti penting daya nalar dan berfikir logis-rasional dikisahkannya saat para penghuni neraka enggan menggunakan akal meraka untuk memikirkan peringatan Tuhan.
           
Dan mereka berkata: "Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala”.
b. Qalb
Qalb mempunyai dua arti, yakni fisik dan metafisik. Qalbu dalam arti fisik adalah jantung dan dalam arti metafisik adalah karunia Tuhan yang halus yang bersifat rohaniah dan ketuhanan yang ada hubungannya dengan jantung.
Qalb dapat digunakan sebagai alat untuk memahami realitas ciptaan Tuhan, dijelaskan dalam QS Al-A’raf 179.
                                 
Dan Sesungguhnya kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai”. (QS Al-A’raf 179)


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Islam sebagai agama rahmah li al-‘alamin sangat mewajibkan umatnya untuk selalu belajar. Allah mengawali menurunkan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup manusia dengan ayat yang memerintahkan Rasulnya yakni Nabi Muhammad Saw. untuk membaca dan membaca (iqra’) yang merupakan perwujudan dari aktivitas belajar.
Konsep belajar menurut Al-Qur’an dan Hadits yaitu: (1) pandangan Al-qur’an dan Hadits dalam belajar (2) Arti penting belajar menurut Al-Qur’an (3) Cara belajar menurut Islam (3) Sarana belajar menurut Islam.


DAFTAR PUSTAKA

Baharuddin, dkk. 2009. Teori Belajar dan Pembelajaran: Yogyakarta: Ar-Ruzz Media

Bolgspot. 2008. (Online). Teori Belajar Menurut Islam. http://fisikaumm. blogspot.com.diakes 27 februari 2010

Muhaimin, 1996. Strategi Belajar Mengajar. Surabaya: Citra Media.


1 Muhaimin, 1996. Strategi Belajar Mengajar. Surabaya: Citra Media, hal 30

2 Baharuddin, dkk. 2009. Teori Belajar dan Pembelajaran: Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, hal 30-32

3 Loc.Cit hal 32-34

4 http://fisikaumm.blogspot.com.

Laporan Kunjungan Kuliah


Laporan Kunjungan Kuliah ke:
Alun-alun
Ahad, 28 November 2011
Saya berkunjung ke alun-alun kota Malang. Disana kita dapat melihat pemandangan yang beragam. Suasana di alun-alun saat itu mendung dan sempat turun gerimis. Banyak muda-mudi, keluarga dan anak-anak yang berkunjung ke alun-alun dengan perasaan riang gembira. Para muda-mudi mencari tempat strategis agar mereka dapat berduaan dan meski ramai pengunjung mereka tak menghiraukan orang-orang yang sedang lalu lalang di sekitar mereka. Di alun-alun kita juga dapat menjumpai pengamen maupun penjual yang menawarkan dagangannya kepada para pengunjung. Juga terlihat ada muda-mudi yang ketika itu di datangi oleh seorang pengamen dan muda-mudi itu meminta sang pengamen untuk menyanyikan lagu sesuai permintaan mereka. Anak-anak yang sedang asyik bermain dengan keluarganya maupun berlari-larian mengejar burung dara yang banyak dan memang sengaja diberikan sangkar agar lebih menarik perhatian pengunjung. Kita bisa melemparkan biji jagung yang dapat kita beli di penjual-penjual yang ada di dalam alun-alun. Tak jarang juga alun-alun ini menjadi tempat pemotretan atau objek pemotretan oleh beberapa majalah.
Pada saat itu juga sedang dilakukan pembersihan kolam yang terletak di tengah alun-alun. Pembersihan ini dimulai dari menguras air yang ada dalam kolam kemudian menyikat bagian dasar kolam. Dilanjutkan dengan mengecat ulang agar terlihat lebih bersih dan indah. Akan tetapi kebersihan di alun-alun kota Malang ini masih kurang karena masih banyak di temukan sampah-sampah yang berserakan di sekitar alun-alun dan tempat duduk yang desediakan pun kebanyakan kotor dan kurang terawat. Jalan-jalan di alun-alun pun beberapa sudah berlubang dan bisa saja membahayakan pengunjung. Kurang rapinya para penjual yang berada di sekitar alun-alun dan kurangnya rambu-rambu atau palang nama juga informasi mengenai alun-alun maupun kota Malang. Saya juga membaca bahwa alun-alun ini sebagai tempat wisata akan tetapi banyak turis-turis mancanegara yang mampir ke alun-alun tanpa ada guide atau pemandu wisata. Banyak yang menjadi PR bagi pemerintah kota Malang agar membenahi kekurangan yang ada di alun-alun agar para pengunjung pun merasa nyaman dan turis-turis semakin banyak mengunjunginya.

Radar Malang
Jum'at, 9 Desember 2011
Kunjungan kuliah dan kuliah bersama di Radar Malang dengan bapak Khoirul Anwar selaku dosen pembimbing mata kuliah Jurnalistik dan sekaligus Pimred Radar Malang. Pukul 13:00 WIB dalam kondisi yang gerimis kami berangkat dari kampus menuju ke kantor Radar Malang. Sesampainya kami di sana, kami langsung di minta naik ke lantai 3 ruang auditorium. Kala itu, kuliah bersama ini dihadiri oleh 2 kelas yang diampu oleh bapak Anwar. Namun, sesampainya di lantai 3 ruang auditorium masih sedikit yang hadir jadi kami pun menunggu teman-teman yang lain sambil ngobrol. Selang beberapa menit teman-teman yang lain pun datang dan bapak Anwar pun membuka kuliah bersama di Radar Malang. Beliau memberitahukan perihal mengenai tugas UAS yang mengharuskan mahasiswa untuk membuat blog dengan ketentuan isi blog, sebagai berikut:
  1. Isi Utama:
    a. profil siapa anda? Mengapa kuliah Jurnalistik?
    b. pengertian pers dan jurnalistik!
    c. mengapa perlu MK Jurnalistik di Fakultas Tarbiyah?
    d. sejarah pers!
    e. buat tiga artikel populer berdasarkan prinsip aktualitas, proximity, situasional!
    f. buat dua feature tentang lingkungan anda!
  2. Isi Tambahan:
    a. buat laporan tentang kelas anda yang berisi tentang teman, dosen dan lingkungan anda belajar!
    b. buat laporan kunjungan kuliah ke alun-alun, Radar Malang dan Malang Post!
Sekitar Pukul 15:30 WIB beliau pun mengajak mahasiswa untuk berkunjung ke Malang Post dan mempersilahkan untuk bertanya sebanyak-banyaknya di sana.

Malang Post
Jum'at, 9 Desember 2011
Setelah berkunjung ke Radar Malang, kami pun diajak oleh bapak Anwar berkunjung ke Malang Post untuk lebih mengenal lebih dekat proses pembuatan berita dan aktivitas awak redaksi. Kami pun diajak ke dalam ruang rapat dan dikenalkan kepada Redaktur Senior Malang Post Husnun N Djuraid. Beliaupun memulai menceritakan mengenai proses kelahiran Malang Post dan proses pembuatan koran.
Beberapa hal yang menjadi pertanyaan dari kami adalah mengenai cara menulis di surat kabar, kinerja wartawan dan proses pembuatan koran. Karena memang kami lebih sering mengisi tulisan di kampus. Selepas tanya jawab, kami pun dibawa ke kantor redaksi dan dikenalkan dengan kru yang ada di Malang Post juga proses pembuatan koran. Terakhir sebelum kami berpamitan pulang, kami pun diminta untuk foto bersama dengan Redaktur Senior Malang Post dan foto tersebut akan di muat dalam koran esok harinya. Kami sangat berterima kasih kepada Malang Post karena telah memberikan pengalaman serta ilmu yang bermanfaat.

FEAUTURE


FEAUTURE
Di pagi hari yang dingin ini tak menyurutkan semangatku mengerjakan tugas Jurnalistik ditemani dengan alunan lagu Boyce Avenue ”The Teenage Dreams”. Terdengar suara pintu kamar di buka dan suara langkah kaki temanku yang baru bangun dari tidurnya, kemudian terlihat ia membawa handuk berjalan menuju ke kamar mandi. Sambil melihat suasana di luar pagi ini terlihat ada mendung dan sepeda motor juga mobil yang sudah berlalu lalang di jalan depan kosku. Kemudian pemandangan sawah yang baru saja di bajak dan ada juga yang baru di tanami padi. Juga pasar baru Dinoyo terlihat masih sepi hanya ada beberapa rangkaian tempat jualan dan terdengar suara ketukan palu. Kemudian aku pun melanjutkan mengerjakan tugas Jurnalistik yang dikumpulkan minggu depan pada saat UAS.

Suasana kamar yang sedang berantakan dengan baju, celana, kaos yang belum disetrika tergeletak di atas kasur di tutupi oleh kain sarung warna biru. Laptop di meja dekat kasur yang belum mati dari semalam masih terlihat tugas resume buku sosiologi agama terpampang di layar laptop dan masih terdengar lagu Maher Zain. Buku-buku juga berserakan di kasur dan samping tempat tidurku. Aku yang masih duduk hanya terdiam melihat keadaan kamarku dan sesekali mengusap mata tanda baru bangun dari tidur. Kemudian aku bergegas menuju kamar mandi untuk berwudlu kemudian kembali ke kamar dan mengganti pakaianku juga sekedar merapikan kamar. Setelah itu, sajadah ku tata untuk sholat shubuh.

Mengapa perlu MK Jurnalistik di Fak. Tarbiyah?


Mengapa perlu MK Jurnalistik di Fak. Tarbiyah?
Karena diharapkan dengan adanya mata kuliah Jurnalistik di Fakultas Tarbiyah ini para mahasiswa termotivasi untuk menulis baik di media massa kampus maupun nasional juga memanfaatkan internet sebagai media mempublikasikan karya-karyanya. Kemudian juga minat baca mahasiswa yang sangat banyak akan tetapi tidak dibarengi dengan minat menulis, sehingga menjadikan sebagian besar karya-karya mahasiswa Fakultas Tarbiyah kurang terpublikasi baik di media massa kampus maupun nasional juga internet seperti blog dan lain sebagainya. Kesulitan dari mahasiswa dalam hal menulis yang sebenarnya itu hal mudah. Akar permasalahannya adalah pada menuangkan ide-ide yang ada di pikiran ke dalam bentuk tulisan. Maka, di sini perlu adanya mata kuliah Jurnalistik yang akan memberikan pembelajaran yang intensif bagi mahasiswa disamping juga sudah ada UKM yang berkecimpung dalam jurnalistik.

Profil dan Alasan Kuliah Jurnalistik


Profil siapa anda? Mengapa kuliah Jurnalistik?
Saya adalah Anshori Rosyid mahasiswa semester VII Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Alasan mengapa kuliah Jurnalistik selain karena memang mata kuliah ini dipasarkan pada semester akhir (gasal) juga karena saya tertarik dengan Jurnalistik. Awal kuliah Jurnalistik ini banyak pertanyaan dalam benak saya tentang apa itu Jurnalistik? Apa saja yang dipelajari dalam ilmu Jurnalistik? Dan pertanyaan-pertanyaan lainnya.
Pada saat mengikuti kuliah Jurnalistik ini, ada beberapa hal yang menarik menurut saya adalah tentang manajemen isu yang menjelaskan tentang mengangkat isu-isu yang menarik dan menganalisa isu-isu baik yang terjadi di masyarakat maupun pemerintah. Dengan memakai empat patokan, yaitu (1) isu besar menutupi isu lebih besar, (2) isu kecil menutupi isu besar, (3) isu kecil menyamarkan isu besar, dan (4) isu lebih besar menghilangkan isu besar. Kemudian juga materi mengenai trick and tips dalam wawancara, media-media yang digunakan dalam jurnalitik, selain belajar dalam ruang kelas juga mahasiswa diajak untuk terjun langsung (mengamati) di lapangan kemudian membuat laporan hasil pengamatan sebagai bentuk latihan menulis. Saya sendiripun merasa kesulitan ketika ingin menuangkan ide-ide yang ada di pikiran saya ke dalam tulisan dan di sini saya mendapatkan tips menuangkan ide dalam tulisan dengan mudah. Dan masih banyak lagi ilmu-ilmu yang sangat bermanfaat.

Pengertian, Sejarah Pers dan Jurnalistik


Pengertian Pers dan Jurnalistik
1. Pengertian Pers
     Istilah “pers” berasal dari bahasa Belanda, yang dalam bahasa Inggris berarti press. Secara harfiah pers berarti cetak dan secara maknawiah berarti penyiaran secara tercetak atau publikasi secara dicetak (printed publication).1
Dalam UU pers no 40 tahun 1999, Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan meyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia.2
      Dalam perkembangannya pers mempunyai dua pengertian, yakni pers dalam pengertian luas dan pers dalam pengertian sempit. Dalam pengertian luas, pers mencakup semua media komunikasi massa, seperti radio, televisi, dan film yang berfungsi memancarkan/ menyebarkan informasi, berita, gagasan, pikiran, atau perasaan seseorang atau sekelompok orang kepada orang lain. Maka dikenal adanya istilah jurnalistik radio, jurnalistik televisi, jurnalistik pers. Dalam pengertian sempit, pers hanya digolongkan produk-produk penerbitan yang melewati proses percetakan, seperti surat kabar harian, majalah mingguan, majalah tengah bulanan dan sebagainya yang dikenal sebagai media cetak.
2. Pengertian Jurnalistik
    Kewartawanan atau jurnalisme (berasal dari kata journal), artinya catatan harian, atau catatan mengenai kejadian sehari-hari, atau bisa juga berarti suratkabar. Journal berasal dari istilah bahasa Latin diurnalis, yaitu orang yang melakukan pekerjaan jurnalistik.
     Di Indonesia, istilah ini dulu dikenal dengan publisistik. Dua istilah ini tadinya biasa dipertukarkan, hanya berbeda asalnya. Beberapa kampus di Indonesia sempat menggunakannya karena berkiblat kepada Eropa. Seiring waktu, istilah jurnalistik muncul dari Amerika Serikat dan menggantikan publisistik dengan jurnalistik. Publisistik juga digunakan untuk membahas Ilmu Komunikasi.3

Sejarah Pers di Indonesia 4
• Sejarah Pers Kolonial
Pers Kolonial adalah pers yang diusahakan oleh orang-orang Belanda di Indonesia pada masa kolonial/penjajahan. Pers kolonial meliputi surat kabar, majalah, dan koran berbahasa Belanda, daerah atau Indonesia yang bertujuan membela kepentingan kaum kolonialis Belanda.
• Sejarah Pers China
Pers Cina adalah pers yang diusahakan oleh orang-orang Cina di Indonesia. Pers Cina meliputi koran-koran, majalah dalam bahasa Cina, Indonesia atau Belanda yang diterbitkan oleh golongan penduduk keturunan Cina.
• Sejarah Pers Nasional
Pers Nasional adalah pers yang diusahakan oleh orang-orang Indonesia terutama orang-orang pergerakan dan diperuntukkan bagi orang Indonesia. Pers ini bertujuan memperjuangkan hak-hak bangsa Indonesia di masa penjajahan. Tirtohadisorejo atau Raden Djokomono, pendiri surat kabar mingguan Medan Priyayi yang sejak 1910 berkembang menjadi harian, dianggap sebagai tokoh pemrakarsa pers Nasional
Perkembangan Pers Nasional
• Pers pada masa Penjajahan Belanda dan Jepang
1. Zaman Belanda
Pada tahun 1828 di Jakarta diterbitkan Javasche Courant yang isinya memuat berita- berita resmi pemerintahan, berita lelang dan berita kutipan dari harian-harian di Eropa. Sedangkan di Surabaya Soerabajash Advertentiebland terbit pada tahun 1835 yang kemudian namanya diganti menjadi Soerabajash Niews en Advertentiebland.
Di semarang terbit Semarangsche Advertentiebland dan Semarangsche Courant. Di Padang surat kabar yang terbit adalah Soematra courant, Padang Handeslsbland dan Bentara Melajoe. Di Makassar (Ujung Pandang) terbit Celebe Courant dan Makassaarch Handelsbland. Surat- surat kabar yang terbit pada masa ini tidak mempunyai arti secara politis, karena lebih merupakan surat kabar periklanan. Tirasnya tidak lebih dari 1000-1200 eksemplar setiap kali terbit. Semua penerbit terkena peraturan, setiap penerbitan tidak boleh diedarkan sebelum diperiksa oleh penguasa setempat.
Pada tahun 1885 di seluruh daerah yang dikuasai Belanda terdapat 16 surat kabar berbahasa Belanda, dan 12 surat kabar berbahasa melayu diantaranya adalah Bintang Barat, Hindia-Nederland, Dinihari, Bintang Djohar, Selompret Melayudan Tjahaja Moelia, Pemberitaan Bahroe (Surabaya) dan Surat kabar berbahasa jawa Bromartani yang terbit di Solo
2. Zaman Jepang
Ketika Jepang datang ke Indonesia, surat kabar-surat kabar yang ada di Indonesia diambil alih pelan-pelan. Beberapa surat kabar disatukan dengan alasan menghemat alat- alat tenaga. Tujuan sebenarnya adalah agar pemerintah Jepang dapat memperketat pengawasan terhadap isi surat kabar. Kantor berita Antara pun diambil alih dan diteruskan oleh kantor berita Yashima dan selanjutnya berada dibawah pusat pemberitaan Jepang, yakni Domei. Wartawan-wartawan Indonesia pada saat itu hanya bekerja sebagai pegawai, sedangkan yang diberi pengaruh serta kedudukan adalah wartawan yang sengaja didatangkan dari Jepang. Pada masa itu surat kabar hanya bersifat propaganda dan memuji-muji pemerintah dan tentara Jepang.



2Eisy, M Ridlo. Peranan Media dalam Masyarakat. (Jakarta : Dewan Pers, 2007). hlm. 65

3http://id.wikipedia.org/wiki/Kewartawanan diakses pada tanggal 26 Desember 2011 pukul 05:00 WIB

Jumat, 18 November 2011

Pendekatan Pengembangan Kurikulum PAI


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan yang mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara-cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Sedangkan Pengembangan kurikulum adalah istilah yang komprehensif, yang mana didalamnya mencakup beberapa hal diantaranya adalah: perencanaan, penerapan dan evaluasi. Perencanaan kurikulum adalah langkah awal membangun kurikulum ketika pekerja kurikulum membuat keputusan dan mengambil tindakan untuk menghasilkan perencanaan yang akan digunakan oleh guru dan peserta didik. Penerapan Kurikulum atau biasa disebut juga implementasi kurikulum berusaha mentransfer perencanaan kurikulum ke dalam tindakan operasional. Evaluasi kurikulum merupakan tahap akhir dari pengembangan kurikulum untuk menentukan seberapa besar hasil-hasil pembelajaran, tingkat ketercapaian program-program yang telah direncanakan, dan hasil-hasil kurikulum itu sendiri. Dalam pengembangan kurikulum, tidak hanya melibatkan orang yang terkait langsung dengan dunia pendidikan saja, namun di dalamnya melibatkan banyak orang, seperti: politikus, pengusaha, orang tua peserta didik, serta unsur–unsur masyarakat lainnya yang merasa berkepentingan dengan pendidikan.
Selain harus memperhatikan unsur-unsur diatas, di dalam mengembangkan sebuah kurikulum juga harus menganut beberapa prinsip dan melakukan pendekatan terlebih dahulu, sehingga di dalam penerapannya sebuah kurikulum dapat mencapai sebuah tujuan seperti yang di harapkan. Kemudian mengenai prinsip-prinsip dan pendekatan itu akan kami jelaskan selengkapnya dalam pembahasan.

B.       Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari pendekatan itu?
2.      Apa saja pendekatan-pendekatan dalam pengembangan kurikulum PAI?

C.      Tujuan Penulisan
            1.      Untuk mengetahui pengertian dari pendekatan.
            2.      Untuk mengetahui pendekatan-pendekatan dalam pengembangan kurikulum PAI.


BAB II
PEMBAHASAN

Pendekatan adalah cara kerja dengan menerapkan strategi dan metode yang tepat dengan mengikuti langkah-langkah pengembangan yang sistematis agar memperoleh kurikulum yang lebih baik.[1]
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang seseorang terhadap suatu proses tertentu. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Dengan demikian, pendekatan pengembangan kurikulum menunjuk pada titik tolak atau sudut pandang secara umum tentang proses pengembangan kurikulum.[2]
Di dalam teori kurikulum setidak-tidaknya terdapat empat pendekatan yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum; yaitu: pendekatan subjek akademis; pendekatan humanistis; pendekatan teknologis; dan pendekatan rekontruksi sosial.[3]
Ditinjau dari tipologi-tipologi filsafat pendidikan Islam sebagaimana uraian sebelumnya, maka tipologi perennial-esensialis salafi dan perennial-esensialis mazhabi lebih cenderung kepada pendekatan subjek akademis dan dalam beberapa hal juga pendekatan teknologis. Demikian pula, tipologi perennial-esensialis kontektual falsitikatif juga cenderung menggunakan pendekaran subjek akademis dan dalam beberapa hal lebih berorientasi pada pendekatan teknologis dan pendekatan humanistis. Tipologi modernis lebih berorientasi pada pendekatan humanistis. Sedangkan tipologi rekonstruksi sosial lebih berorientasi pada pendekatan rekonstruksi sosial.[4]

A.      Pendekatan Subjek Akademis
Kurikulum disajikan dalam bagian-bagian ilmu pengetahuan, mata pelajaran yang di intregasikan. Ciri-ciri ini berhubungan dengan maksud, metode, organisasi dan evaluasi.
Pendekatan subjek akademis dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan didasarkan pada sistematisasi disiplin ilmu masing-masing.[5] Para ahli akademis terus mencoba mengembangkan sebuah kurikulum yang akan melengkapi peserta didik untuk masuk ke dunia pengetahuan, dengan konsep dasar dan metode untuk mengamati, hubungan antara sesama, analisis data, dan penarikan kesimpulan. Pengembangan kurikulum subjek akademis dilakukan dengan cara menetapkan lebih dahulu mata pelajaran/mata kuliah apa yang harus dipelajari peserta didik, yang diperlukan untuk persiapan pengembangan disiplin ilmu.
Pendidikan agama Islam di sekolah meliputi aspek Al-quran/Hadist, keimanan, akhlak, ibadah/muamalah, dan tarih/ sejarah umat Islam. Di madrasah, aspek-aspek tersebut dijadikan sub-sub mata pelajaran PAI meliputi : Al-quran Hadits, Fiqih, Aqidah Akhlaq, dan sejarah.
Kelemahan pendekatan ini adalah kegagalan dalam memberikan perhatian kepada yang lainnya, dan melihat bagaimana isi dan disiplin dapat membawa mereka pada permasalahan kehidupan modern yang kompleks, yang tidak dapat dijawab oleh hanya satu ilmu saja.

B.       Pendekatan Humanistis
Pendekatan Humanistis dalam pengembangan kurikulum bertolak dari ide "memanusiakan manusia". Penciptaan konteks yang akan memberi peluang manusia untuk menjadi lebih human, untuk memprtinggi harkat manusia merupakan dasar filosofi, dasar teori, dasar evaluasi dan dasar pengembangan program pendidikan.[6]
Kurikulum Humanistis dikembangkan oleh para ahli pendidikan Humanistis. Kurikulum ini berdasarkan konsep aliran pendidikan pribadi yaitu John Dewey. Aliran ini lebih memberikan tempat utama kepada siswa. Kurikulum Humanistis ini, guru diharapkan dapat membangun hubungan emosional yang baik dengan peserta didiknya. Oleh karena itu, peran guru yang diharapkan adalah sebagai berikut:
     1.      Mendengar pandangan realitas peserta didik secara komprehensif.
     2.      Menghormati individu peserta didik.
     3.      Tampil alamiah, otentik, tidak dibuat-buat
Dalam pendekatan Humanistis ini, peserta didik diajar untuk membedakan hasil berdasarkan maknanya. Kurikulum ini melihat kegiatan sebagai sebuah manfaat untuk peserta dimasa depan. Sesuai dengan prinsip yang dianut, kurikulum ini menekankan integritas, yaitu kesatuan perilaku bukan saja yang bersifat intelektual tetapi juga emosional dan tindakan. Beberapa acuan dalam kurikulum ini antara lain:
    1.      Integrasi semua domain afeksi peserta didik, yaitu emosi, sikap, nilai-nilai, dan domain kognisi, yaitu kemampuan dan pengetahuan.
     2.      Kesadaran dan kepentingan.
     3.      Respon terhadap ukuran tertentu, seperti kedalaman suatu keterampilan.
Kurikulum Humanistis memiliki kelemahan, antara lain:
     1.      Keterlibatan emosional tidak selamanya berdampak positif bagi perkembangan individual peserta didik.
   2.  Meskipun kurikulum ini sangat menekankan individu tapi kenyataannya terdapat keseragaman peserta    didik.
     3.      Kurikulum ini kurang memperhatikan kebutuhan masyarakat secara keseluruhan.
     4.      Dalam kurikulum ini prisip-prinsip psikologis yang ada kurang terhubungkan.

C.      Pendekatan Teknologis
Pendekatan teknologi dalam menyusun kurikulum agama islam bertolak dari analisis kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu. Materi yang diajarkan, kriteria evaluasi sukses, dan strategi belajarnya ditetapkan sesuai dengan analisis tugas (job analysis) tersebut. Kurikulum berbasis kompetensi yang sedang digalakkan disekolah/ madrasah termasuk dalam kategori pendekatan teknologis. [7]
Dalam pengembangan kurikulum PAI, pendekatan tersebut hanya bisa digunakan untuk pembelajaran PAI yang menekankan pada know how cara menjalankan tugas-tugas tertentu. Misalnya cara menjalankan shalat, haji, puasa, zakat, mengkafani mayat, shalat jenazah dan seterusnya.
Pembelajaran dikatakan menggunakan pendekatan teknologis, bilamana ia menggunakan pendekatan sistem dalam menganalisis masalah belajar, merencanakan, mengelola, melaksanakan dan menilainya, Di samping itu, pendekatan teknologis ingin mengejar kemanfaatan tertentu, sehingga proses dan rencana produknya (hasilnya) diprogram sedemikian rupa, agar pencapaian hasil pembelajaranya (tujuan) dapat dievaluasi dan diukur dengan jelas dan terkontrol. Dari rencana proses pembelajaran sampai mencapai hasil tersebut diharapkan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.
Pendekatan teknologis ini sudah barang tentu memiliki keterbatasan-keterbatasan, antara lain: ia terbatas pada hal-hal yang bisa dirancang sebelumnya, baik yang menyangkut proses pembelajaran maupun produknya. Karena adanya keterbatasan tersebut, maka dalam pembelajaran pendidikan agama islam tidak selamanya dapat menggunakan pendekatan teknologis. Jika dalam sebuah pembelajaran PAI menyangkut perencanaan dan proses bisa dengan pendekatan teknologis akan tetapi ketika harus mengevaluasi tentang keimanan peserta didik atas materi rukun iman misalnya, maka pendekatan teknologis tidak bisa digunakan, karena evaluasi ini sulit untuk diukur.
Berikut contoh pendekatan teknologis dalam pengembangan kurikulum PAI.  Sebagaiman tertuang dalam kurikulum:
1.      Standar kompetensi: Mampu mempraktikkan wudlu dan mengenal shalat fardhu.
2.      Kompetensi dasar: Melaksanakan wudlu.
3.      Hasil belajar:
a)            Mampu menjelaskan tatacara wudlu.
b)            Mampu menghafal niat wudlu.
c)            Mampu menyebutkan sunah-sunah wudlu.
d)           Mampu mempraktikan wudlu.

D.      Pendekatan Rekrontruksi Sosial
Kurikulum ini sangat memperhatikan hubungan kurikulum dengan sosial masyarakat dan politik perkembangan ekonomi. Kurikulum ini bertujuan untuk menghadapkan peserta didik pada berbagai permasalahan manusia dan kemanusian. Permasalahan yang muncul tidak harus pengetahuan sosial saja, tetapi di setiap disiplin ilmu termasuk ekonomi, kimia, matematika dan lain-lain. Kurikulum ini bersumber pada aliran pendidikan interaksional. Menurut mereka pendidikan bukan upaya sendiri, melainkan kegiatan bersama. Melalui interaksi ini siswa berusaha memecahkan problema-problema yang dihadapinya dalam masyarakat menuju pembentukan masyrakat yang lebih baik.
Kegiatan yang dilakukan dalam kurikulum rekonstruksi sosial antara lain melibatkan:
     1.      Survey kritis tehadap suatu masyarakat.
     2.      Studi yang melihat hubungan antara ekonomi lokal dengan ekonomi nasional atau internasional.
     3.      Study pengaruh sejarah dan kecenderungan situasi ekonomi lokal.
     4.      Uji coba kaitan praktek politik dengan perekonomian.
     5.      Berbagai pertimbangan perubahan politik.
     6.      Pembatasan kebutuhan masyarakat pada umumnya.
Pembelajaran yang dilakukan dalam kurikulum rekonstruksi sosial harus memenuhi 3 kriteria berikut, yaitu: nyata, membutuhkan tindakan dan harus mengajarkan nilai. Evaluasi dalam kurikulum rekontruksi sosial mencakup spektrum luas, yaitu kemampuan peserta didik dalam menyampaikan permasalahan, kemungkinan pemecahan masalah, pendefinisian kembali pandangan mereka dan kemauan mengambil tindakan.
Dr. Abdullah Idi, M.Ed dalam bukunya Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, menambahkan 3 (tiga) pendekatan pengembangan kurikulum, yaitu:
E.       Pendekatan Berorientasi pada Tujuan
Pendekatan ini menempatkan rumusan atau penempatan tujuan yang hendak dicapai dalam posisi sentral, sebab tujuan adalah pemberi arah dalam pelaksanaan proses belajar mengajar.
Kelebihan pendekatan pengembangan kurikulum yang berorientasi pada tujuan adalah:
1.         Tujuan yang ingin dicapai jelas bagi penyusun kurikulum.
2.         Tujuan yang jelas akan memberikan arah yang jelas pula dalam menetapkan materi pelajaran, metode, jenis kegiatan dan alat yang dipergunakan untuk mencapai tujuan.
3.         Tujuan-tujuan yang jelas itu juga akan memberikan arah dalam mengadakan penilaian terhadap hasil yang dicapai.
4.         Hasil penelitian yang terarah itu akan membantu penyusun kurikulum di dalam mengadakan perbaikan-perbaikan yang diperlukan.[8]

F.       Pendekatan dengan Pola Organisasi Bahan
Pendekatan ini dapat dilihat dari pola pendekatan:
1.    Pendekatan pola Subject Matter Curriculum
Pendekatan ini penekanannya pada berbagai matapelajaran secara terpisah-pisah, misalnya: sejarah, ilmu bumi, biologi, matematika dan sebagainya. Matapelajaran ini tidak berhubungan satu sama lain.
2.    Pendekatan pola Correlated Curriculum
Pendekatan ini adalah pendekatan dengan pola mengelompokkan beberapa matapelajaran (bahan) yang sering dan bisa secara dekat berhubungan. Misalnya, bidang studi IPA, IPS dan sebagainya.
Pendekatan ini dapat ditinjau dari berbagai aspek (segi), yaitu:
a.     Pendekatan Struktur
Contoh: IPS, terdiri atas Sejarah, Ekonomi, Sosiologi.
b.     Pendekatan Fungsional
Pendekatan ini berdasarkan pada masalah yang berarti dalam kehidupan sehari-hari.
c.     Pendekatan tempat atau daerah
Atas dasar pembicaraan suatu tempat tertentu sebagai pokok pembicaraan.
3.    Pendekatan pola Integrated Curriculum
Pendekatan ini berdasarkan kepada keseluruhan hal yang mempunyai arti tertentu, Misalnya: pohon; sebatang pohon ini bukan merupakan sejumlah bagian-bagian pohon yang terkumpul, akan tetapi merupakan sesuatu yang memiliki arti tertentu yang utuh, yaitu pohon.

G.      Pendekatan Akuntabilitas (Accountability)
Accountability atau pertanggungjawaban lembaga pendidikan tentang pelaksanaan tugasnya kepada masyarakat akhir-akhir ini menjadi hal yang penting dalam dunia pendidikan. Akuntabilitas yang sistematis pertama kali diperkenalkan Frederick Tylor dalam bidang industri pada permulaan abad ini. Pendekatannya yang dikenal sebagai scientific management atau manajemen ilmiah, menetapkan tugas-tugas spesifik yang harus diselesaikan pekerja dalam waktu tertentu. Tiap pekerja bertanggung jawab atas penyelesaian tugas itu.[9]
Menurut Prof. Dr. H. Wina Sanjaya, M.Pd., ada dua pendekatan yang bisa diterapkan dalam pengembangan kurikulum, yaitu:[10]
1.        Pendekatan Top Down
Dikatakan pendekatan top down atau pendekatan administratif, yaitu pendekatan dengan sistem komando dari atas ke bawah. Oleh karena dimulai dari atas itulah, pendekatan ini juga dinamakan line staff mode.
Dilihat dari cakupan pengembangannya, pendekatan top down bisa dilakukan baik untuk menyusun kurikulum yang benar-benar baru (curriculum construction) ataupun untuk penyempurnaan kurikulum yang sudah ada (curriculum improvement).
Prosedur kerja atau proses pengembangan kurikulum model ini dilakukan kira-kira sebagai berikut.
Langkah pertama, dimulai dengan pembentukan tim pengarah oleh pejabat pendidikan.
Langkah kedua, adalah menyusun tim atau kelompok kerja untuk menjabarkan kebujakan atau rumusan-rumusan yang telah disusun oleh tim pengarah.
Langkah Ketiga, apabila kurikulum sudah selesai disusun oleh tim atau kelompok kerja, selanjutnya hasilnya diserahkan kepada tim perumus untuk dikaji dan diberi catatan-catatan atau direvisi.
Langkah Keempat, para administrator selanjutnya memerintahkan kepada setiap sekolah untuk mengimplementasikan kurikulum yang telah tersusun itu.
2.        Pendekatan Grass Roots
Dalam model grass roots atau pengembangan kurikulum yang diawali oleh inisiatif dari bawah lalu disebartluaskan pada tingkat atau skala yang lebih luas, dengan istilah singkat sering dinamakan pengembangan kurikulum dari bawah ke atas. Oleh karena sifatnya yang demikian, maka pendekatan ini lebih banyak digunakan dalam penyempurnaan kurikulum (curriculum improvement), walaupun dalam skala yang terbatas mungkin juga digunakan dalam pengembangan kurikulum baru (curriculum construction).
Ada beberapa langkah penyempurnaan kurikulum yang dapat dilakukan manakala menggunakan pendekatan grass roots ini.
Pertama, menyadari adanya masalah. Berawal dari keresahan guru tentang kurikulum yang berlaku.
Kedua, mengadakan refleksi. Refleksi dilakukan dengan mengkaji literature yang relevan misalnya dengan membaca buku, jurnal hasil penelitian yang relevan dengan masalah yang kita hadapi atau mengkaji sumber informasi lain.
Ketiga, mengajukan hipotesis atau jawaban sementara. Guru memetakan berbagai kemungkinan munculnya masalah dan cara penanggulangannya.
Keempat, menentukan hipotesis yang sangat mungkin dekat dan dapat dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi lapangan.
Kelima, mengimplementasikan perencanaan dan mengevaluasinya secara terus-menerus hingga terpecahkan masalah yang dihadapi. Dalam pelaksanaannya kita bisa berkolaborasi atau meminta pendapat teman sejawat.
Keenam, membuat dan menyusun laporan hasil pelaksanaan pengembangan melalui grass roots. Langkah ini sangat penting untuk dilakukan sebagai bahan publikasi dan diseminasi, sehingga memungkinkan dapat dimanfaatkan dan diterapkan oleh orang lain yang pada gilirannya hasil pengembangan dapat tersebar.


BAB III
PENUTUP

A.      KESIMPULAN
Pendekatan adalah cara kerja dengan menerapkan strategi dan metode yang tepat dengan mengikuti langkah-langkah pengembangan yang sistematis agar memperoleh kurikulum yang lebih baik.
Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Dengan demikian, pendekatan pengembangan kurikulum menunjuk pada titik tolak atau sudut pandang secara umum tentang proses pengembangan kurikulum.
Menurut Prof. Dr. H. Muhaimin, M.A., ada 4 macam pendekatan dalam pengembangan kurikulum, yakni pendekatan subjek akademis, pendekatan humanistis, pendekatan teknologis dan pendekatan konstruksi sosial.
Kemudian oleh Dr. Abdullah Idi, M.Ed ditambahkan 3 pendekatan lagi, yaitu pendekatan berorientasi pada tujuan, pendekatan dengan pola organisasi bahan dan pendekatan akuntabilitas.
Menurut Prof. Dr. H. Wina Sanjaya, M.Pd membaginya menjadi 2 pendekatan yaitu, pendekatan top down (administrative/dari atas ke bawah) dan pendekatan grass roots (dari bawah ke atas).


DAFTAR PUSTAKA

Idi, Abdullah. 2007. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
Muhaimin. 2010. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Sanjaya, Wina. 2010. Kurikulum dan Pembelajaran (Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Jakarta: Kencana


[1] Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007
[2] Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran (Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), Jakarta: Kencana, 2010, hlm.77
[3]Noeng, Muhadjir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial: Teori Pendidikan Pelaku Sosial Kreatif, Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000 dalam Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010 hlm.139
[4] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi, hlm.139-140
[5] Ibid. hlm.140
[6] Ibid., hlm.142
[7] Ibid., hlm.164
[8] Baca Subandijah., Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993, hlm.28 dalam Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007, hlm.200-201
[9] Baca Nasution, Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993, hlm.50 dalam Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007, hlm.203
[10] Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran (Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), Jakarta: Kencana, 2010, hlm.78-81