Powered By Blogger

Jumat, 18 November 2011

Pendekatan Pengembangan Kurikulum PAI


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan yang mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara-cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Sedangkan Pengembangan kurikulum adalah istilah yang komprehensif, yang mana didalamnya mencakup beberapa hal diantaranya adalah: perencanaan, penerapan dan evaluasi. Perencanaan kurikulum adalah langkah awal membangun kurikulum ketika pekerja kurikulum membuat keputusan dan mengambil tindakan untuk menghasilkan perencanaan yang akan digunakan oleh guru dan peserta didik. Penerapan Kurikulum atau biasa disebut juga implementasi kurikulum berusaha mentransfer perencanaan kurikulum ke dalam tindakan operasional. Evaluasi kurikulum merupakan tahap akhir dari pengembangan kurikulum untuk menentukan seberapa besar hasil-hasil pembelajaran, tingkat ketercapaian program-program yang telah direncanakan, dan hasil-hasil kurikulum itu sendiri. Dalam pengembangan kurikulum, tidak hanya melibatkan orang yang terkait langsung dengan dunia pendidikan saja, namun di dalamnya melibatkan banyak orang, seperti: politikus, pengusaha, orang tua peserta didik, serta unsur–unsur masyarakat lainnya yang merasa berkepentingan dengan pendidikan.
Selain harus memperhatikan unsur-unsur diatas, di dalam mengembangkan sebuah kurikulum juga harus menganut beberapa prinsip dan melakukan pendekatan terlebih dahulu, sehingga di dalam penerapannya sebuah kurikulum dapat mencapai sebuah tujuan seperti yang di harapkan. Kemudian mengenai prinsip-prinsip dan pendekatan itu akan kami jelaskan selengkapnya dalam pembahasan.

B.       Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari pendekatan itu?
2.      Apa saja pendekatan-pendekatan dalam pengembangan kurikulum PAI?

C.      Tujuan Penulisan
            1.      Untuk mengetahui pengertian dari pendekatan.
            2.      Untuk mengetahui pendekatan-pendekatan dalam pengembangan kurikulum PAI.


BAB II
PEMBAHASAN

Pendekatan adalah cara kerja dengan menerapkan strategi dan metode yang tepat dengan mengikuti langkah-langkah pengembangan yang sistematis agar memperoleh kurikulum yang lebih baik.[1]
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang seseorang terhadap suatu proses tertentu. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Dengan demikian, pendekatan pengembangan kurikulum menunjuk pada titik tolak atau sudut pandang secara umum tentang proses pengembangan kurikulum.[2]
Di dalam teori kurikulum setidak-tidaknya terdapat empat pendekatan yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum; yaitu: pendekatan subjek akademis; pendekatan humanistis; pendekatan teknologis; dan pendekatan rekontruksi sosial.[3]
Ditinjau dari tipologi-tipologi filsafat pendidikan Islam sebagaimana uraian sebelumnya, maka tipologi perennial-esensialis salafi dan perennial-esensialis mazhabi lebih cenderung kepada pendekatan subjek akademis dan dalam beberapa hal juga pendekatan teknologis. Demikian pula, tipologi perennial-esensialis kontektual falsitikatif juga cenderung menggunakan pendekaran subjek akademis dan dalam beberapa hal lebih berorientasi pada pendekatan teknologis dan pendekatan humanistis. Tipologi modernis lebih berorientasi pada pendekatan humanistis. Sedangkan tipologi rekonstruksi sosial lebih berorientasi pada pendekatan rekonstruksi sosial.[4]

A.      Pendekatan Subjek Akademis
Kurikulum disajikan dalam bagian-bagian ilmu pengetahuan, mata pelajaran yang di intregasikan. Ciri-ciri ini berhubungan dengan maksud, metode, organisasi dan evaluasi.
Pendekatan subjek akademis dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan didasarkan pada sistematisasi disiplin ilmu masing-masing.[5] Para ahli akademis terus mencoba mengembangkan sebuah kurikulum yang akan melengkapi peserta didik untuk masuk ke dunia pengetahuan, dengan konsep dasar dan metode untuk mengamati, hubungan antara sesama, analisis data, dan penarikan kesimpulan. Pengembangan kurikulum subjek akademis dilakukan dengan cara menetapkan lebih dahulu mata pelajaran/mata kuliah apa yang harus dipelajari peserta didik, yang diperlukan untuk persiapan pengembangan disiplin ilmu.
Pendidikan agama Islam di sekolah meliputi aspek Al-quran/Hadist, keimanan, akhlak, ibadah/muamalah, dan tarih/ sejarah umat Islam. Di madrasah, aspek-aspek tersebut dijadikan sub-sub mata pelajaran PAI meliputi : Al-quran Hadits, Fiqih, Aqidah Akhlaq, dan sejarah.
Kelemahan pendekatan ini adalah kegagalan dalam memberikan perhatian kepada yang lainnya, dan melihat bagaimana isi dan disiplin dapat membawa mereka pada permasalahan kehidupan modern yang kompleks, yang tidak dapat dijawab oleh hanya satu ilmu saja.

B.       Pendekatan Humanistis
Pendekatan Humanistis dalam pengembangan kurikulum bertolak dari ide "memanusiakan manusia". Penciptaan konteks yang akan memberi peluang manusia untuk menjadi lebih human, untuk memprtinggi harkat manusia merupakan dasar filosofi, dasar teori, dasar evaluasi dan dasar pengembangan program pendidikan.[6]
Kurikulum Humanistis dikembangkan oleh para ahli pendidikan Humanistis. Kurikulum ini berdasarkan konsep aliran pendidikan pribadi yaitu John Dewey. Aliran ini lebih memberikan tempat utama kepada siswa. Kurikulum Humanistis ini, guru diharapkan dapat membangun hubungan emosional yang baik dengan peserta didiknya. Oleh karena itu, peran guru yang diharapkan adalah sebagai berikut:
     1.      Mendengar pandangan realitas peserta didik secara komprehensif.
     2.      Menghormati individu peserta didik.
     3.      Tampil alamiah, otentik, tidak dibuat-buat
Dalam pendekatan Humanistis ini, peserta didik diajar untuk membedakan hasil berdasarkan maknanya. Kurikulum ini melihat kegiatan sebagai sebuah manfaat untuk peserta dimasa depan. Sesuai dengan prinsip yang dianut, kurikulum ini menekankan integritas, yaitu kesatuan perilaku bukan saja yang bersifat intelektual tetapi juga emosional dan tindakan. Beberapa acuan dalam kurikulum ini antara lain:
    1.      Integrasi semua domain afeksi peserta didik, yaitu emosi, sikap, nilai-nilai, dan domain kognisi, yaitu kemampuan dan pengetahuan.
     2.      Kesadaran dan kepentingan.
     3.      Respon terhadap ukuran tertentu, seperti kedalaman suatu keterampilan.
Kurikulum Humanistis memiliki kelemahan, antara lain:
     1.      Keterlibatan emosional tidak selamanya berdampak positif bagi perkembangan individual peserta didik.
   2.  Meskipun kurikulum ini sangat menekankan individu tapi kenyataannya terdapat keseragaman peserta    didik.
     3.      Kurikulum ini kurang memperhatikan kebutuhan masyarakat secara keseluruhan.
     4.      Dalam kurikulum ini prisip-prinsip psikologis yang ada kurang terhubungkan.

C.      Pendekatan Teknologis
Pendekatan teknologi dalam menyusun kurikulum agama islam bertolak dari analisis kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu. Materi yang diajarkan, kriteria evaluasi sukses, dan strategi belajarnya ditetapkan sesuai dengan analisis tugas (job analysis) tersebut. Kurikulum berbasis kompetensi yang sedang digalakkan disekolah/ madrasah termasuk dalam kategori pendekatan teknologis. [7]
Dalam pengembangan kurikulum PAI, pendekatan tersebut hanya bisa digunakan untuk pembelajaran PAI yang menekankan pada know how cara menjalankan tugas-tugas tertentu. Misalnya cara menjalankan shalat, haji, puasa, zakat, mengkafani mayat, shalat jenazah dan seterusnya.
Pembelajaran dikatakan menggunakan pendekatan teknologis, bilamana ia menggunakan pendekatan sistem dalam menganalisis masalah belajar, merencanakan, mengelola, melaksanakan dan menilainya, Di samping itu, pendekatan teknologis ingin mengejar kemanfaatan tertentu, sehingga proses dan rencana produknya (hasilnya) diprogram sedemikian rupa, agar pencapaian hasil pembelajaranya (tujuan) dapat dievaluasi dan diukur dengan jelas dan terkontrol. Dari rencana proses pembelajaran sampai mencapai hasil tersebut diharapkan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.
Pendekatan teknologis ini sudah barang tentu memiliki keterbatasan-keterbatasan, antara lain: ia terbatas pada hal-hal yang bisa dirancang sebelumnya, baik yang menyangkut proses pembelajaran maupun produknya. Karena adanya keterbatasan tersebut, maka dalam pembelajaran pendidikan agama islam tidak selamanya dapat menggunakan pendekatan teknologis. Jika dalam sebuah pembelajaran PAI menyangkut perencanaan dan proses bisa dengan pendekatan teknologis akan tetapi ketika harus mengevaluasi tentang keimanan peserta didik atas materi rukun iman misalnya, maka pendekatan teknologis tidak bisa digunakan, karena evaluasi ini sulit untuk diukur.
Berikut contoh pendekatan teknologis dalam pengembangan kurikulum PAI.  Sebagaiman tertuang dalam kurikulum:
1.      Standar kompetensi: Mampu mempraktikkan wudlu dan mengenal shalat fardhu.
2.      Kompetensi dasar: Melaksanakan wudlu.
3.      Hasil belajar:
a)            Mampu menjelaskan tatacara wudlu.
b)            Mampu menghafal niat wudlu.
c)            Mampu menyebutkan sunah-sunah wudlu.
d)           Mampu mempraktikan wudlu.

D.      Pendekatan Rekrontruksi Sosial
Kurikulum ini sangat memperhatikan hubungan kurikulum dengan sosial masyarakat dan politik perkembangan ekonomi. Kurikulum ini bertujuan untuk menghadapkan peserta didik pada berbagai permasalahan manusia dan kemanusian. Permasalahan yang muncul tidak harus pengetahuan sosial saja, tetapi di setiap disiplin ilmu termasuk ekonomi, kimia, matematika dan lain-lain. Kurikulum ini bersumber pada aliran pendidikan interaksional. Menurut mereka pendidikan bukan upaya sendiri, melainkan kegiatan bersama. Melalui interaksi ini siswa berusaha memecahkan problema-problema yang dihadapinya dalam masyarakat menuju pembentukan masyrakat yang lebih baik.
Kegiatan yang dilakukan dalam kurikulum rekonstruksi sosial antara lain melibatkan:
     1.      Survey kritis tehadap suatu masyarakat.
     2.      Studi yang melihat hubungan antara ekonomi lokal dengan ekonomi nasional atau internasional.
     3.      Study pengaruh sejarah dan kecenderungan situasi ekonomi lokal.
     4.      Uji coba kaitan praktek politik dengan perekonomian.
     5.      Berbagai pertimbangan perubahan politik.
     6.      Pembatasan kebutuhan masyarakat pada umumnya.
Pembelajaran yang dilakukan dalam kurikulum rekonstruksi sosial harus memenuhi 3 kriteria berikut, yaitu: nyata, membutuhkan tindakan dan harus mengajarkan nilai. Evaluasi dalam kurikulum rekontruksi sosial mencakup spektrum luas, yaitu kemampuan peserta didik dalam menyampaikan permasalahan, kemungkinan pemecahan masalah, pendefinisian kembali pandangan mereka dan kemauan mengambil tindakan.
Dr. Abdullah Idi, M.Ed dalam bukunya Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, menambahkan 3 (tiga) pendekatan pengembangan kurikulum, yaitu:
E.       Pendekatan Berorientasi pada Tujuan
Pendekatan ini menempatkan rumusan atau penempatan tujuan yang hendak dicapai dalam posisi sentral, sebab tujuan adalah pemberi arah dalam pelaksanaan proses belajar mengajar.
Kelebihan pendekatan pengembangan kurikulum yang berorientasi pada tujuan adalah:
1.         Tujuan yang ingin dicapai jelas bagi penyusun kurikulum.
2.         Tujuan yang jelas akan memberikan arah yang jelas pula dalam menetapkan materi pelajaran, metode, jenis kegiatan dan alat yang dipergunakan untuk mencapai tujuan.
3.         Tujuan-tujuan yang jelas itu juga akan memberikan arah dalam mengadakan penilaian terhadap hasil yang dicapai.
4.         Hasil penelitian yang terarah itu akan membantu penyusun kurikulum di dalam mengadakan perbaikan-perbaikan yang diperlukan.[8]

F.       Pendekatan dengan Pola Organisasi Bahan
Pendekatan ini dapat dilihat dari pola pendekatan:
1.    Pendekatan pola Subject Matter Curriculum
Pendekatan ini penekanannya pada berbagai matapelajaran secara terpisah-pisah, misalnya: sejarah, ilmu bumi, biologi, matematika dan sebagainya. Matapelajaran ini tidak berhubungan satu sama lain.
2.    Pendekatan pola Correlated Curriculum
Pendekatan ini adalah pendekatan dengan pola mengelompokkan beberapa matapelajaran (bahan) yang sering dan bisa secara dekat berhubungan. Misalnya, bidang studi IPA, IPS dan sebagainya.
Pendekatan ini dapat ditinjau dari berbagai aspek (segi), yaitu:
a.     Pendekatan Struktur
Contoh: IPS, terdiri atas Sejarah, Ekonomi, Sosiologi.
b.     Pendekatan Fungsional
Pendekatan ini berdasarkan pada masalah yang berarti dalam kehidupan sehari-hari.
c.     Pendekatan tempat atau daerah
Atas dasar pembicaraan suatu tempat tertentu sebagai pokok pembicaraan.
3.    Pendekatan pola Integrated Curriculum
Pendekatan ini berdasarkan kepada keseluruhan hal yang mempunyai arti tertentu, Misalnya: pohon; sebatang pohon ini bukan merupakan sejumlah bagian-bagian pohon yang terkumpul, akan tetapi merupakan sesuatu yang memiliki arti tertentu yang utuh, yaitu pohon.

G.      Pendekatan Akuntabilitas (Accountability)
Accountability atau pertanggungjawaban lembaga pendidikan tentang pelaksanaan tugasnya kepada masyarakat akhir-akhir ini menjadi hal yang penting dalam dunia pendidikan. Akuntabilitas yang sistematis pertama kali diperkenalkan Frederick Tylor dalam bidang industri pada permulaan abad ini. Pendekatannya yang dikenal sebagai scientific management atau manajemen ilmiah, menetapkan tugas-tugas spesifik yang harus diselesaikan pekerja dalam waktu tertentu. Tiap pekerja bertanggung jawab atas penyelesaian tugas itu.[9]
Menurut Prof. Dr. H. Wina Sanjaya, M.Pd., ada dua pendekatan yang bisa diterapkan dalam pengembangan kurikulum, yaitu:[10]
1.        Pendekatan Top Down
Dikatakan pendekatan top down atau pendekatan administratif, yaitu pendekatan dengan sistem komando dari atas ke bawah. Oleh karena dimulai dari atas itulah, pendekatan ini juga dinamakan line staff mode.
Dilihat dari cakupan pengembangannya, pendekatan top down bisa dilakukan baik untuk menyusun kurikulum yang benar-benar baru (curriculum construction) ataupun untuk penyempurnaan kurikulum yang sudah ada (curriculum improvement).
Prosedur kerja atau proses pengembangan kurikulum model ini dilakukan kira-kira sebagai berikut.
Langkah pertama, dimulai dengan pembentukan tim pengarah oleh pejabat pendidikan.
Langkah kedua, adalah menyusun tim atau kelompok kerja untuk menjabarkan kebujakan atau rumusan-rumusan yang telah disusun oleh tim pengarah.
Langkah Ketiga, apabila kurikulum sudah selesai disusun oleh tim atau kelompok kerja, selanjutnya hasilnya diserahkan kepada tim perumus untuk dikaji dan diberi catatan-catatan atau direvisi.
Langkah Keempat, para administrator selanjutnya memerintahkan kepada setiap sekolah untuk mengimplementasikan kurikulum yang telah tersusun itu.
2.        Pendekatan Grass Roots
Dalam model grass roots atau pengembangan kurikulum yang diawali oleh inisiatif dari bawah lalu disebartluaskan pada tingkat atau skala yang lebih luas, dengan istilah singkat sering dinamakan pengembangan kurikulum dari bawah ke atas. Oleh karena sifatnya yang demikian, maka pendekatan ini lebih banyak digunakan dalam penyempurnaan kurikulum (curriculum improvement), walaupun dalam skala yang terbatas mungkin juga digunakan dalam pengembangan kurikulum baru (curriculum construction).
Ada beberapa langkah penyempurnaan kurikulum yang dapat dilakukan manakala menggunakan pendekatan grass roots ini.
Pertama, menyadari adanya masalah. Berawal dari keresahan guru tentang kurikulum yang berlaku.
Kedua, mengadakan refleksi. Refleksi dilakukan dengan mengkaji literature yang relevan misalnya dengan membaca buku, jurnal hasil penelitian yang relevan dengan masalah yang kita hadapi atau mengkaji sumber informasi lain.
Ketiga, mengajukan hipotesis atau jawaban sementara. Guru memetakan berbagai kemungkinan munculnya masalah dan cara penanggulangannya.
Keempat, menentukan hipotesis yang sangat mungkin dekat dan dapat dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi lapangan.
Kelima, mengimplementasikan perencanaan dan mengevaluasinya secara terus-menerus hingga terpecahkan masalah yang dihadapi. Dalam pelaksanaannya kita bisa berkolaborasi atau meminta pendapat teman sejawat.
Keenam, membuat dan menyusun laporan hasil pelaksanaan pengembangan melalui grass roots. Langkah ini sangat penting untuk dilakukan sebagai bahan publikasi dan diseminasi, sehingga memungkinkan dapat dimanfaatkan dan diterapkan oleh orang lain yang pada gilirannya hasil pengembangan dapat tersebar.


BAB III
PENUTUP

A.      KESIMPULAN
Pendekatan adalah cara kerja dengan menerapkan strategi dan metode yang tepat dengan mengikuti langkah-langkah pengembangan yang sistematis agar memperoleh kurikulum yang lebih baik.
Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Dengan demikian, pendekatan pengembangan kurikulum menunjuk pada titik tolak atau sudut pandang secara umum tentang proses pengembangan kurikulum.
Menurut Prof. Dr. H. Muhaimin, M.A., ada 4 macam pendekatan dalam pengembangan kurikulum, yakni pendekatan subjek akademis, pendekatan humanistis, pendekatan teknologis dan pendekatan konstruksi sosial.
Kemudian oleh Dr. Abdullah Idi, M.Ed ditambahkan 3 pendekatan lagi, yaitu pendekatan berorientasi pada tujuan, pendekatan dengan pola organisasi bahan dan pendekatan akuntabilitas.
Menurut Prof. Dr. H. Wina Sanjaya, M.Pd membaginya menjadi 2 pendekatan yaitu, pendekatan top down (administrative/dari atas ke bawah) dan pendekatan grass roots (dari bawah ke atas).


DAFTAR PUSTAKA

Idi, Abdullah. 2007. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
Muhaimin. 2010. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Sanjaya, Wina. 2010. Kurikulum dan Pembelajaran (Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Jakarta: Kencana


[1] Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007
[2] Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran (Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), Jakarta: Kencana, 2010, hlm.77
[3]Noeng, Muhadjir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial: Teori Pendidikan Pelaku Sosial Kreatif, Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000 dalam Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010 hlm.139
[4] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi, hlm.139-140
[5] Ibid. hlm.140
[6] Ibid., hlm.142
[7] Ibid., hlm.164
[8] Baca Subandijah., Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993, hlm.28 dalam Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007, hlm.200-201
[9] Baca Nasution, Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993, hlm.50 dalam Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007, hlm.203
[10] Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran (Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), Jakarta: Kencana, 2010, hlm.78-81